Sabtu, 29 April 2017

MENGGUGAT PERBANKAN; SOLUSI / LANGKAH HUKUM APABILA AGUNAN DILELANG OLEH PIHAK BANK (Terkait Bank Melakukan Lelang Eksekusi Agunan Sebagai Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Bangunan Diatasnya)

Langkah Hukum Apabila Tanah Dan Atau Rumah Anda Yang Di Jadikan Agunan Disita Dan Dilelang Oleh Pihak Bank;
Tanah beserta bangunan yang berada diatasnya yang dijadikan jaminan (Collateral)pelunasan hutang berupa kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syari'ah merupakan bagian dari prinsip kehati-hatian bank (Prudential Principle of Banking) dalam menyalurkan kredit atau pembiayaan nya guna pelunasan hutang debitur (costumer) penerima pembiayaan tersebut. Oleh karena itu maka dalam aturannya secara hukum terhadap pengikatan perjanjian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syari'ah tersebut dengan pengikatan agunan sebagai jaminan pelunasan hutang dipisahkan atau dibedakan dalam pengikatan nya, dimana terhadap agunan yang dijadikan jaminan pelunasan hutang oleh debitur yang bersangkutan diikat dengan perjanjian khusus tersendiri yaitu dengan akta Hak Tanggungan (berdasarkan Undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan);
Dalam hal ini dikenal ada dua bentuk perjanjian:
Pertama; perjanjian Pokok, yaitu  mengenai perjanjian pemberian kredit atau pemberian pembiayaan berdasarkan prinsip syari'ah antara pihak bank (selaku Kreditur) dengan pihak penerima kredit (selaku Debitur) yang memuat bentuk, luas, nilai, jangka waktu, serta hal lainnya menyangkut perjanjian tersebut.
Kedua; Perjanjian Ikutan (Accesoir), yaitu perjanjian yang timbul kemudian dan melekat pada perjanjian pokok guna pelaksanaan perjanjian pokok tersebut, dalam hal ini yaitu Pemberian agunan sebagai hak tanggungan guna penunaian prestasi perjanjian pokok tersebut (pelunasan angsuran kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah);
Nah !!!!! timbul pertanyaan; bagaimana halnya apabila agunan yang di agunkan tersebut tiba-tiba dilelang oleh pihak bank karena alasan debitur penerima kredit tersebut lalai atau tidak dapat melunasi angsuran kreditnya berdasarkan jangka waktu yang diperjanjikan tersebut;
Apabila debitur dihadapkan dengan hal ini ketika bank telah melakukan tindakan pendaftaran lelang yang kemudian diumumkan lewat media massa koran pada halaman utama tentang jadwal dan pelaksanaan lelang eksekusi agunan milik debitur yang bersangkutan, seringkali debitur pemilik agunan dilanda kebingungan dan lebih memilih tetap melakukan upaya membujuk pihak bank dengan berbagai macam alasan agar diberi tangguh atau kebijakan restruturisasi kredit lainnya atau bahkan ada yang pasrah saja sembari berharap agar bank tidak jadi melelang agunan tersebut atau berharap tidak adanya penawar lelang (peserta lelang) yang sanggup membeli secara lelang agunan tersebut. Untuk diketahui bahwa apabila pihak bank telah mendaftarkan lelang pada KPKNL yang disertai dengan pengumuman perihal jadwal dan pembukaan peserta lelang tersebut lewat media massa koran maka hal tindakan untuk tetap meminta restrukturisasi kredit sudah terlambat atau bahkan dapat dikatakan kemungkinan tidak akan dikabulkan pihak bank jadi upaya tersebut bukan merupakan suatu bentuk tindakan yang efektif dan tepat dalam menghentikan proses pelelangan. Untuk perlu diketahui bahwa hal ini karena bank sebagai lembaga keuangan (intermediary Financial) dalam penyelenggaraan nya dihendaki agar memenuhi ketentuan kesehatan perbankan dengan persentase angka tunggakan rendah bahkan zero (nol). Oleh karena itu maka agunan sebagai jaminan pelunasan hutang merupakan solusi yang paling tepat dan cepat oleh pihak bank untuk dicairkan dengan cara lelang sebagai pelunasan hutang debitur, apalagi pada kenyataannya pihak bank dapat menetapkan limit harga lelang sesuai kehendaknya bahkan tidak menutup kemungkinan dibawah nilai perkiraan KJPP yang ditunjuk asalkan agunan dapat segera terjual dalam lelang serta selama dirasa bisa menutupi jumlah hutang debitur yang bersangkutan. Itu sebabnya harga agunan dalam pelelangan seringkali dirasa tidak wajar atau seringkali dirasa berada dibawah harga pasar pada normalnya;
Dalam  aturannya mengenai hak tanggungan dan eksekusi hak tanggungan ini diatur dalam Undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan; khusus mengenai eksekusi agunan sebagai hak tanggungan diatur dalam dalam pasal 6, pasal 14 ayat (3), dan pasal 20 undang-undang nomor 4 tahun 1996. Dan mengenai pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan diatur dalam Peraturan Mentri keuangan nomor 27/pmk-06/2016 mengenai petunjuk pelaksanaan lelang.
Berikut ulasan undang-undang nomor 4 tahun 1996 memgenai eksekusi hak tanggungan:
Pasal 6;
Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.
Pasal 14;
(1). Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan sertipikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2). Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat irah-irah dengan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHAN-AN YANG MAHA ESA”.
(3). Sertipikat Hak Tanggunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekeuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte Hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah.
Pasal 20;
(1) Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan :
a. hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau
b. titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu dari pada kreditor-kreditor lainnya.
Berdasarkan aturan pasal-pasal sebagaimana tersebut bank dalam prakteknya melaksanakan lelang eksekusi agunan sebagai hak tanggungan atas kekuasaan sendiri tanpa perlunya putusan pengadilan yang berkekuata hukum tetap.
Nah !!!! padahal untuk diketahui bahwa ketentuan pasal undang-undang hak tanggungan sebagaimana dimaksud tidaklah serta merta dapat diterjemahkan demikian. Artinya bahwa ada beberapa serangkaian ketentuan lain yang harus diperhatikan oleh pihak bank sebelum melakukan lelang eksekusi hak tanggungan yang mana dalam kenyataannya tidak dimengerti dan tidak diterapkan oleh lembaga perbankan dikarenakan keinginan agar agunan dapat dilelang segera sehingga dapat segera untuk dicairkan menutupi hutang debitur. Hal ini tentunya telah melanggar ketentuan formil peraturan perundang-undangan sehingga pelaksanaan lelang eksekusi tersebut dapat digugat untuk dibatalkan oleh pengadilan negeri yang bersangkutan.
Salah satu ketentuan lain yang harus diperhatikan perbankan yaitu pasal 224 HIR mengenai Lembaga Parate eksekusi, sebagaimana yang dimaksud dalam penjelasan pasal 14 ayat (3) undang-undang Hak Tanggungan, yaitu :
"Irah-irah yang dicantumkan pada sertipikat Hak Tanggungan dan dalam ketentuan pada ayat ini, dimaksudkan untuk mene-gaskan adanya kekuatan eksekutorial pada sertipikat Hak Tang-gungan, sehingga apabila debitor cidera janji, siap untuk dieksekusi seperti halnya suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melalui tata cara dan dengan menggunakan lembaga parate executie sesuai dengan peraturan Hukum Acara Perdata".
Pada intinya pasal 224 HIR mengatur bahwa terhadap pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan dengan parate eksekusi haruslah dilaksanakan dibawah perintah ketua pengadilan negeri tempat objek agunan tersebut berada. Artinya bahwa apabila debitur cidera janji atau lalai maka pelaksanaan lelang hanya dapat dilaksanakan setelah adanya minimal 2 (dua) kali somasi atau teguran untuk pelunasan hutang, jika tidak juga dilunasi maka pelaksanaan lelang eksekusi baru dapat dilaksanakan setelah bank meminta kepada ketua pengadilan negeri setempat untuk menerbitkan surat perintah eksekusi hak tanggungan tersebut yang kemudian dipakai untuk melaksanakan lelang eksekusi pada lembaga lelang yang ditunjuk.
Namun demikian terhadap debitur yang agunannya dilelang oleh pihak bank harus memperhatikan terlebih dahulu mengenai lingkup persoalan yang melatar belakangi timbulnya ketidak mampuan melaksanakan pembayaran atau pelunasan hutang nya tersebut pada bank. Hal ini sangat penting bagi debitur sebagai alasan untuk mengajukan gugatan pembatalan lelang pada pengadilan bahkan juga bisa disertai dengan gugatan ganti kerugian kepada pihak ketiga atau pihak bank sendiri jikalau ketidak mampuan membayar angsuran hutang tersebut disebabkan kesalahan pihak ketiga atau bank yang bersangkutan. Contoh saja yaitu mengenai adanya tindakan pihak lain seperti dinas prasarana umum dan lainnya yang mengakibatkan  tempat usaha debitur yang diagunkan tersebut dirusak atau digusur secara melawan hukum atau terhalang usahanya untuk berusaha dikarenakan adanya janji pihak bank untuk menambah angsuran lagi setelah jangka waktu tertentu yang pada kenyataannya tidak ditepati sehingga berpengaruh pada usaha debitur dan kemampuan membayar angsurannya yang dapat dibuktikan secara hukum atau sebab lainnya yang melatar belakangi ketidak mampuan debitur tersebut. Oleh karena itu maka debitur dapat mengajukan gugatan lewat pengacaranya berupa gugatan pembatalan lelang eksekusi hak tanggungan sekaligus tuntutan ganti kerugian oleh pihak ketiga atau pihak lainnya yang bersangkutan.
Alasan pembatalan lelang eksekusi ini juga dapat diajukan dengan alasan adanya gugatan pihak lainnya sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 27/Pmk-06/2016, yaitu :
Pasal 14
(1). Dalam hal terdapat gugatan sebelum pelaksanaan lelang terhadap objek Hak Tanggungan dari pihak lain selain debitor/tereksekusi, suami atau istri debitor/tereksekusi yang terkait kepemilikan, Lelang Eksekusi Pasal 6 UUHT tidak dapat dilaksanakan.
(2). Terhadap objek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), pelaksanaan lelangnya dilakukan berdasarkan titel eksekutorial dari Sertifkat Hak Tanggungan yang memerlukan fat eksekusi.
(3). Permohonan · atas pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Pengadilan Negeri, kecuali jika pemegang hak tanggungan merupakar lembaga yang menggunakan sistem syariah maka permohonan dilakukan oleh Pengadilan Agama.
Jadi pada intinya jika agunan yang anda agunkan sebagai jaminan pelunasan angsuran disita atau di lelang oleh pihak bank pada lembaga lelang KPKNL atau lelang swasta lainnya maka anda dapat menempuh upaya hukum berupa gugatan kepada Pengadilan Negeri (untuk perjanjian kredit secara konvensional) atau Pengadilan agama (untuk pembiayaan berdasarkan prinsip syari'ah) dimana agunan itu berada dan dengan terlebih dahulu mengetahui lingkup persoalan mengenai permasalahan yang sedang anda hadapi tersebut.
Pengajuan gugatan pembatalan lelang yang disertai tuntutan ganti kerugian ini sebaiknya dilakukan oleh advokat atau pengacara yang anda pilih. Oleh karena itu anda tidak perlu malu untuk terlebih dahulu berkonsultasi pada advokat atau pengacara tertentu karena pada dasarnya pengacara atau advokat yang berpengalaman akan terbuka untuk sekedar memberikan advise hukumnya dan sebaiknya berkonsultasi atau menanyakan terlebih dahulu mengenai posisi hukum anda dalam khasus tersebut serta langkah yang efektif dalam menyelesaikan permasalahan yang sedang anda hadapi tersebut karena ada banyak regulasi atau aturan hukum yang berbeda-beda yang mengatur mengenai masalah tersebut dan tergantung pada bentuk kronologi khasus serta lingkup khasus yang sedang anda hadapi mengenai hal lelang eksekusi tersebut.
Demikianlah tinjauan hukum ini saya buat berdasarkan pengalaman saya yang telah lalu dalam menangani serangkaian permasalahan hukum terkait gugatan lelang eksekusi hak tanggungan oleh perbankan. Semoga tinjauan hukum ini bermanfaat dan dapat membantu anda dalam mengambil langkah hukum yang jelas,tepat, dan efektif dalam menyelesaikan persoalan mengenai hal apabila terjadinya lelang eksekusi oleh perbankan terhadap agunan berupa tanah dan atau rumah yang anda miliki yang mana dijadikan jaminan pelunasan hutang pada perbankan.
Salam saya; MUHAMMAD IKHLAS,S.H ; Advokat / Pengacara / Konsultan Hukum; Managing Partners pada Kantor Hukum M.I & Partners Law Office.
Contact / Free Konsultasi Hukum:  (W.A)  081356946686 
Email : ikhlasmhd@gmail.com.
Alamat Kantor : Lubuk Buaya Kota Padang, Sumatera Barat.

Senin, 24 April 2017

Daftar Hitam karyawan (Black list karyawan) Oleh HRD dari Perspektif Hukum

Daftar Hitam terhadap karyawan oleh HRD.
informasi mengenai adanya tindakan Hrd yang tergabung dalam suatu komunitas dan saling berbagi informasi mengenai list karyawan yang dimasukan dalam daftar hitam karyawan pada perusahaannya semakin mencuat di publik. Nah dalam hal ini saya akan mengulasnya dengan pendekatan hukum.
Perlu diingat bahwa data dan riwayat karyawan disuatu perusahaan adalah merupakan informasi data yang hanya diberi hak kepada perusahaan saja untuk menyimpan dan mengelola data tersebut, jadi apabila digunakan untuk pihak lain diluar perusahaan atau 7pihak ketiga maka sepanjang mengenai urusan kepentingan karyawan atau perusahaan dan diatur dalam suatu perundang - undangan atau atas persetujuan karyawan yang bersangkutan maka hal ini boleh2 saja dan tidak melanggar hukum. Nah bagaimana jika hal tersebut dilakukan oleh Hrd suatu perusahaan tempat bekas karyawan bekerja yaitu dengan membuka atau membagikan informasi kepada Hrd lainnya baik dalam komunitas Hrd (yang tidak ada kaitan dengan perusahaan) maupun secara pribadi sesama Hrd diluar holding atau group perusahaan tersebut maka hal ini dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk abuse / penyimpangan dan lebih lanjut apabila menyangkut nama baik karyawan yang dapat merugikan karyawan yang beesangkutan tanpa dasar hukum yang jelas seperti Putusan Pengadilan negeri maka tindakan Hrd tersebut secara pribadi sudah dapat dikategorikan dan memenuhi unsur merupakan Tindak Pidana Pencemaran nama baik, apabila hal ini dilakukan lewat media Elektronik seperti email dll maka dapat dijerat dengan pasal 27 ayat (3) jo. 45 UU Informasi dan Transaksi Elektronik;
Pasal 27
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
BAB XI KETENTUAN PIDANA
Pasal 45
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Bukan hanya merupakan tindak pidana pencemaran nama baik namun lebih jauh merupakan tindakan menciderai hak asasi manusia, khususnya dalam hal ini merupakan hak untuk hidup dan memperoleh pekerjaan. Tindakan ini juga merupakan pesdiskreditan terhadap pribadi bekas karyawan.
Selain ancaman pidana dapat dikenakan, disisi lain baik terhadap Hrd maupun perusahaannya dapat diajukan gugatan Ganti rugi dalam hal keperdataan ;
UU Informasi dan Transaksi Elektronik
Pasal 38
(1) Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian.
Jenis gugatan ini biasanya gugatan kerugian immateril. Gugatan immateril ini pada hakikatnya biasanya lebih tinggi nilai tuntutan kerugiannya daripada gugatan materil contoh saja melihat pada nilai denda pada pasal 45 uu ITE yaitu Rp. 1000.000.000 (Satu Milyar Rupiah), nah bisa jadi nilai gugatannya lebih dari nilai tersebut jika kerugian seorang tersebut sudah lama dan berlarut dideritanya.
Standar / kategori Black List untuk Karyawan
Berdasarkan informasi yang berkembang dan mencuat kepermukaan bahwa standar yang ditetapkan oleh Hrd Suatu perusahaan terkesan asal-asalan dan Pukul rata saja. Bahwa seharusnya Hrd paham mengenai apa konsep dari black list itu sendiri,  jangan pandai-pandai saja melakukan suatu tindakan yang menyangkut hak dan kehidupan seseorang, artinya harus ada standar dan kategori yang jelas dan adil bukan pukul rata saja terhadap setiap kesalahan karyawan seperti indisipliner ringan, konflik dengan atasan dan lain sebagainya selama bukan merupakan suatu tindak pidana berdasarkan putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewij) atau melakukan suatu perbuatan merugikan perusahaan secara sengaja dan melawan hukum.
Perusahaan hanya dapat membuka informasi riwayat seorang karyawan hanya dalam internal perusahaan itu sendiri atau dalam group satu managemen dengan perusahaan tersebut, dan hal ini hanya untuk kepentingan internal penyelenggaraan perusahaan yang bersangkutan. Diluar kepentingan dan managemen perusahaan tersebut maka tidak dibenarkan untuk dipublikasikan apalagi oleh seorang Hrd secara pribadi apapun alasannya karena harus dipisahkan antara kepentingan perusahaan dengan pribadi atau kepentingan profesi.
Ingat Peribahasa Orang bijak ; "Sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga" atau sepandai-pandainya menyimpan b@#&^@! Pasti akan kecium juga". Bahwa sudah jelas suatu tindakan memblack list seorang karyawan tanpa ada kesalahan berat yang kemudian dipublikasikan secara sepihak kepada pihak luar perusahaan tanpa persetujuan yang bersangkutan maka tergolong suatu delik pidana dan penistaan atau pencideraan terhadap Hak Asasi Manusia. bukan hanya publikasi cukup dengan menyatakan atau memebi isyarat bahwa seorang mantan karyawan masuk dalam daftar black list perusahaan kepada perusahaan lain sudah cukup untuk dikategorikan sebagai tindakan menciderai hak asasi manusia. Perlu diingat bahwa pada hakikatnya inti dari undang-undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga kerjaan menempatkan posisi Pemberi kerja (pungusaha) sejajar dengan penerima kerja (karyawan) dalam hukum yang mempunyai hak dan kewajiban masing-masing.
Demikianlah tulisan ini dibuat agar bermanfaat bagi semua pihak. By MUHAMMAD IKHLAS,S.H,M.H. advokat / Pengacara / Praktisi Hukum.
(W.A) 081356946686
Email: ikhlasmhd@gmail.com
Alamat Kantor : Komplek Monang Indah Blok N.22 Lubuk Buaya Kota Padang, Sumatera Barat.